Kamis, 13 Juli 2023

PENERAPAN BUDAYA POSITIF MELALUI MEMBACA AKTIF



Literasi itu datang dari hati. Hati yang lembut dan bijak menyikapi persoalan dunia diawali dengan membaca. Ketika seseorang gemar membaca, maka hatinya akan bergetar dan mengirimkan sinyal-sinyal kebaikan kepada organ tubuh lainnya. Hasilnya, orang yang suka membaca, jauh lebih tenang dibanding dengan orang yang tidak suka membaca. Begitulah pesan yang ayahku berikan ketika penulis berumur 6 tahun. Membaca menjadi kegiatan rutinku bersama ayahku yang dilakukan setiap sore di teras rumah. Sambil membaca, ayahku selalu membedah buku atau majalah yang sudah aku baca, sambil mengambil hikmah dan pelajaran dari cerita yang telah kubaca. Hal itu pulalah yang kuajarkan kepada peserta didikku agar mereka tahu betapa pentingnya membaca bagi kehidupan mereka.

Membaca merupakan keterampilan yang diperoleh setelah seseorang dilahirkan, bukan keterampilan bawaan yang dapat dikembangkan, dibina dan dipupuk melalui kegiatan belajar mengajar. Lingkungan pendidikan merupakan basis yang sangat strategis untuk mengembangkan kebiasaan membaca, kegiatan membaca sudah semestinya merupakan  aktivitas rutin sehari-hari bagi masyarakat ilmiah dan pendidikan untuk memperoleh pengetahuan atau informasi. Berikut video pentingnya kegiatan membaca aktif dari TOP TEACHERS OF THE WORLD 2017.

Dalam dunia pendidikan, baik lokal, nasional dan internasional, membaca mempunyai fungsi sosial untuk memperoleh kualifikasi tertentu sehingga seseorang dapat mencapai prestasi (reading achievement), seseorang peserta didik agar memperoleh kelulusan dengan baik, harus mempelajari atau membaca sejumlah bahan bacaan yang direkomendasikan oleh pendidik, begitu sebaliknya seorang pendidik untuk meraih kualifikasi tertentu dalam mengajar atau menulis ilmiah juga harus didukung dengan kegiatan membaca berbagai sumber dan referensi untuk selalu memperbaharui pengetahuannya secara kontinyu, sesuai dengan perkembangan alam dan kodrat zaman. Kebiasaan membaca aktif merupakan sesuatu  yang penting dan fundamental yang harus dikembangkan sejak dini dalam rangka untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan, baik pendidikan dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi.



Masalah minat baca di Indonesia telah banyak dibahas melalui tulisan, seminar, workshop dan berbagai media. Namun masalah ini masih sangat menarik untuk kita pelajari bersama. Mengapa? Kenyataan di lapangan, walaupun telah banyak kalangan mengupas, bahkan Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai cara, yang salah satunya pada tanggal 17 Mei telah dicanangkan sebagai hari Buku Nasional. Namun hal tersebut sepertinya tidak membuahkan hasil. Padahal kalau kita cermati sejenak penerbitan koran dan majalah, dalam sepuluh tahun terakhir ini jumlahnya telah meningkat, akan tetapi hal ini tidak diikuti oleh penerbitan buku, sehingga belum ada hasil yang signifikan terhadap perkembangan minat baca masyarakat di Indonesia.
Yang menjadi pertanyaan kita, mengapa minat baca di Indonesia dikatakan masih rendah. Sebenarnya kalau kita simak ternyata ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya minat baca di Indonesia antara lain :
  1. Kurikulum pendidikan dan sistem pembelajaran di Indonesia belum mendukung kepada peserta didik, semestinya kurikulum atau sistem pembelajaran yang ada mengharuskan membaca buku lebih banyak lebih baik atau mencari informasi lebih dari apa yang diajarkan
  2. Masih terlalu banyaknya jenis hiburan, permainan game dan tanyangan TV yang tidak mendidik, bahkan kebanyakan acara-acara yang ditanyangkan lebih banyak yang mengalihkan perhatian untuk membaca buku kepada hal-hal yang bersifat negatif.
  3. Kebiasaan masyarakat terdahulu yang turun temurun dan sudah mendarah daging, masyarakat sudah terbiasa dengan cara mendongeng, bercerita yang sampai saat sekarang masih berkembang di masyarakat Indonesia.
  4. Rendahnya produksi buku-buku yang berkualitas di Indonesia,  dan masih adanya kesenjangan penyebaran buku di perkotaan dan pedesaan, yang mengakibatkan terbatasnya sarana bahan bacaan dan kurang meratanya bahan bacaan ke pelosok tanah air.
  5. Rendahnya dukungan dari lingkungan keluarga, yang keseharianya hanya disibukkan oleh kegiatan-kegiatan keluarga yang tidak menyentuh aspek-aspek untuk menumbuhkan budaya positif baik di keluarga, sekolah dan masyarakat.
  6. Minimnya sarana untuk memperoleh bahan bacaan, seperti perpustakaan, taman bacaan. Bahkan  hal ini masih dianggap merupakan sesuatu yang aneh dan langka dalam masyarakat. Pengembangan minat baca pada masyarakat merupakan tugas berat, karena tugas pengembangan minat baca ini diperlukan campur tangan dari berbagai pihak ( pendidik, keluarga, lingkungan dan pemerintah) serta harus didukung adanya sarana prasarana yang memadai.
  7. Tugas pendidik dan keluarga harus ada hubungan yang demokratis dalam mendidik keluarga, dengan membiasakan diri membaca dan mendiskusikan isinya, serta mengurangi frekuensi  menonton TV, pendidik memfasilitasi kebutuhan bahan bacaan yang direkomendasikan di perpustakaan.. Lingkungan atau Masyarakat juga harus dikondisikan dengan membuat sejenis peraturan lingkungan yang terkait dengan program penentuan waktu belajar, sehingga masyarakat akan mengikuti ketentuan yang telah diterapkan di lingkungan masyarakat tersebut. Kemudian
  8. Tugas Pemerintah memfasilitasi sarana dan prasarana seperti perpustakaan, taman baca, dan pusat-pusat informasi lainnya serta memberikan  subsidi buku-buku bacaan sampai ke pelosok tanah air, agar masyarakat luas dapat memperoleh fasilitas sumber informasi dengan cepat dan mudah.

Sabtu, 15 April 2017

Dubai, I’m in Love

A Dreamer Revolution 
By Dayang Suriani

Dayang Suriani is a teacher of State Senior High School 1 Balikpapan, East Borneo, Indonesia, who was awarded as a Top 50 Finalist for the 2017 Global Teacher Prize, by the Varkey Foundation. She recently traveled to Dubai for six days as the Varkey Teacher Ambassador Leadership Summit and the Global Education and Skills Forum where she worked with leading educators and top teachers of the world to collaborate each other and find the answers to these questions:
  • What does it mean by global citizen in your context?
  • What do you do as a teacher to promote a global citizenship?
  • What do you want to see happen locally, nationally and internationally to promote global citizenship?
Finalist for the 2017 Global Teacher Prize, awarded by the Varkey Foundation. She recently traveled to Dubai for the Varkey Teacher Ambassador Leadership Summit and the Global Education and Skills Forum where she worked with leading educators from around the world to find answers to these questions:
Dayang Suriani, Global Ambassador State Senior High School 1 Balikpapan, East Borneo, Indonesia.




I strongly believe that life is constanly testing us for our level of commitment and patience, and life’s greatest rewards are reserved for those who demonstrate a never ending love, commitment and patience to act until they achieve.”

First of all, allow me to express my sincere gratitude to Allah The Almighty WHO has given me a golden opportunity to meet all top teachers around the world, The Varkey Teacher Ambassadors from 2015, 2016, as well I am in The Top 50 finalists of Global teacher Prize 2017 in Dubai. My family and fellow friends for their never ending love, power and support so that I could bring their good names to International level. It was amazing to have wonderful life experience during a week in Dubai since I've been notated as The Top 50 Finalists Of Global Teacher Prize 2017. Those days, I have made peace, best practice, videos, teaching toolkit, the amazing race, discussion and presentation with my global friends and everything I have ever experienced. I have realized and deeply felt that there are a lot things I need to thank God for HIS kindness and has given me such an outstanding opportunity to work together with TOP Teachers of the world. It is definitely unforgettable in my lifetime. I made a peace with myself, with my flaws and limits and so do my global friends, as we are gathered as Varkey Teacher Ambassadors. Varkey Foundation has notated us as role models of the next generation. To be honest,  It's a new dawn, it's a new day, it's a new life of an ordinary teacher like me.

My journey began from applying to the Global Teacher Prize. The Global Teacher Prize is a US $1 million award presented annually to an exceptional teacher who has made an outstanding contribution to their profession. The Global Teacher Prize is awarded by the Varkey Foundation under the patronage of HH Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, UAE Vice President, Prime Minister, and Emir of Dubai.
As one of Top 50 finalists of the Global Teacher Prize – 2017 I joined the group of passionate and dedicated educators called Varkey Teacher Ambassadors (VTAs). The group consists of the Top 50 finalists from the Global Teacher Prize 2015, 2016 and 2017. It is a community of role model teachers who promote best practices in education and believe that every child deserves a supportive and encouraging learning environment, which allows them to flourish, regardless of their background or culture.
At the Varkey Teacher Ambassadors Leadership Summit, we worked in mini groups developing products that aim to promote, support and engage with the GESF focus of how to create real global citizens. All the VTAs prepared lesson plans, shared successful educational practices, and discussed how they could impact beyond the school context. On the second day of the summit, the groups presented their products promoting global citizenship education in the form of letters, essays, video, social media, infographic posters, blogs, Padlet pages, websites and campaigns. The VTAs were asked to bring a small item representing their country. All these items were assembled into a peace symbol, surrounded by the VTA community to signify that teachers stand for peace. The VTAs will continue working on their final group products virtually after returning to their home countries.
The next stop of my educational journey to Dubai was at the Global Education and Skills Forum, a not-for-profit initiative organised by the Varkey Foundation. GESF brings together leaders and practitioners from the public, private and social sectors to address the challenges of education, employment and equality.  This forum is often referred to as the “Davos of education”. Over two days, 1,600 delegates at the Forum shared, debated and shaped new ways for education to transform our world. The Forum started with the powerful Welcome and Opening Address featuring such inspirational speakers as Mr Vikas Pota, CEO, Varkey Foundation and Mr Sunny Varkey, Founder, GEMS Education, who highlighted the importance of bringing up real global citizens able to solve the problems of the modern world that previous generations have failed to address.
EdTalks with special guest speakers delivered powerful messages, for example, how to empower all students to achieve their academic aspirations by Ms Erin Gruwell, Executive Director, Freedom Writers Foundation. In Debate Chamber, delegates could witness debates on topics like “Low-Cost Private Schools in the Developing World Should Be Banned”. Delegates could meet the mentors and have in-depth conversations with famous opinion makers, for example, listen to the inspirational yogi, mystic, visionary, and founder of the Isha Foundation, Sadhguru Jaggi Vasudev. Moreover, educators could also visit briefings on topics like “Technology in the Classroom” or “Delivering Education in Emergencies”.
​Another option for professional development was to visit one of the workshops on continuous learning or on increasing role of girls in STEM or to attend masterclasses by Top 10 Global Teacher Prize 2017 finalists. In the Future Zone delegates could interact with educational technologies that are going to change the world: virtual children, augmented reality, virtual reality, robots that children teach, origami mechanics, Kinects to teach teachers and other educational technologies of the future.
The culmination of the GESF was the Global Teacher Prize Award Ceremony where the winner was announced and all the teachers were celebrated. 2017 winner of the Global Teacher Prize became Maggie MacDonnell, a Canadian national, who has spent the last six years as a teacher in a fly-in Inuit village called Salluit in the Canadian Arctic. The Award Ceremony was unforgettable: breath-taking singing of Andrea Bocelli; Bear Grylls jumping from the parachute with the Global Teacher Prize trophy right to the lawn in front of The Atlantis Palm Dubai; Presidents and Prime ministers greeting all finalists and of course HH Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum awarding the prize to the winner.
 Global Teacher Prize Winner Maggie MacDonnell
All in all, have I found out the answers to the above questions about what do I do as a teacher to promote global citizenship? Well, I personally thought that teaching is not only about transfering the knowledge for getting academic achievements and test results. It is more about creating a situation of success for every student in a very mentally comfortable situation in my classroom.  Besides, it is also about bringing the wider world into my class, it is about empowering my students to change the world to make it a better place with no conflict happened here and there. Everyone needs peace in learning. Everyone needs to be united to promote global learning and it starts from the teacher and students as the ambassadors of  global education. I am sure that we can promote global citizenship by engaging our students in cross-cultural educational projects, like PenPal Schools, where technology brings together students from different continents. Through those creative projects we could teach our students to be religious, respecting differences, to be tolerant with cultural diversity and motivate them to be active citizens.
Ann Mroz, the publishing director and editor of TES magazine said: “If we empower teachers to be the best they can be, we can also transform education – and the world”. After attending the VTA Summit and GESF I really feel empowered and inspired and would like to share these emotions with all fellow teachers in Indonesia.
All in all, never forget that the real power if education doesn’t come from a corner office. It also doesn’t come from a political ffice. It comes from the daily interactions between teachers and students from what they are learning everyday.





Sabtu, 14 Februari 2015

Sukses dengan 4 B...



Aku sama sekali tidak menyangka akan kemenanganku sebagai “The Best Practice Teacher” Tingkat Nasional 2014. Anugerah Allah SWT yang begitu luar biasa ini menjadikan aku semakin ingin belajar memperbaiki kekurangan diri sebagai seorang ibu rumah tangga, guru sekaligus pendidik. Aku tidak ingin kemenanganku kali ini membuat aku lupa diri, cepat puas dengan apa yang aku dapatkan serta memebuatku terlena sehingga enggan untuk belajar dan beajar lagi. Kemenangan ini ibarat motivasi untuk diriku, buah hatiku, Amira dan Hisyam, murid-muridku, dan rekan sesama profesi untuk selalu berdoa, belajar dan berjuang karena hidup adalah perjuangan dan pengorbanan. Sebagai ibu, aku harus bisa memberi teladan kepada anak-anakku bahwa rumus “4 B” tadi, berdoa, belajar, berjuang dan berkorban adalah jurus jitu untuk mencapai kesuksesan.
Aku teringat pesan Almarhum kedua orang tuaku bahwa ketika kita ingin menggapai kesuksesan, maka kita harus membantu orang lain untuk sukses terlebih dahulu.  Kalimat ini bermakna dalam bagi kita yang mampu meresapinya. Banyak sekali wasiat dan nasihat yang diberikan oleh Rasulullah SAW dan orang-orang terdahulu bahwa ketika kita mampu mendahulukan kepentingan orang lain yang membutuhkan di atas kepentingan pribadi atau golongan maka yakinlah bahwa Allah SWT dan Rasulullah SAW akan berada di dekat kita sedekat-dekatnya. Ketika kita sudah berdekatan dengan Allah, Sang Maha Pengasih dan Penyayang, maka apapun yang kita inginkan pasti dikabulkanNya. Hal yang saya lakukan mudah-mudahan mampu menginspirasi para pembaca sekalian.
Saat itu, 5 Oktober 2014, gema takbir Idul Adha seakan menjadi saksi ketika aku mendapat telpon dan surat resmi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah untuk diundang ke Jakarta sebagai satu diantara 200 Finalis Lomba Best Practice Guru da Pengawas Tingkat Nasional 2014 bertempat di Hotel Jayakarta, Jakarta. Bersama suami dan anak-anakku, kami mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan aku, istri dari Zaini Widodo dan Ibu dari anak-anakku, Amira Syafana dan Muhammad Hisyam Al Aushaf kesempatan emas untuk kembali berjuang bersama 200 Finalis yang terdiri dari 100 guru dan 100 pengawas dari seluruh Indonesia untuk merebut gelar The Best Practice Teacher and Supervisor 2014 tingkat Nasional. Sebelumnya, ada 590 naskah Best Practice Teacher and Supervisor yang masuk di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, namun semua berkas yang masuk, diseleksi oleh para Dewan Juri yang berasal dari kalangan akademisi sampai akhirnya terpilihlah 200 naskah terbaik dan kembali diundang sebagai finalis untuk melakukan review and dissemination atas karya Best Practice yang telah dibuat.
Dengan ditemani oleh suami dan anak-anakku aku mempersiapkan diri sebaik-baiknya mulai dari tampilan presentasi dan public speaking. Suami dan anak-anakku memberikan komentar atas karya 7 MAN SHOW dalam Pembelajaran Grammar yang aku presentasikan. Hal inilah yang biasa kami lakukan di rumah ketika salah seorang anggota keluarga kami ingin berlaga di medan lomba atau sejenisnya. Begitu pula halnya di sekolahku, bersama teman-teman sesama MGMP (musyawarah guru mata pelajaran) aku berlatih sebaik mungkin dan teman-temanu memberikan pertanyaan seputar materi yang aku sajikan.   Waktuku berlatih tidak begitu banyak karena tanggal 7-9 Oktober 2014 aku harus segera berada di Jakarta dan bertarung dengan finalis lainnya dari pukul 7.30 pagi sampai pukul 23.00 WIB.
Malam hari sebelum keberangkatanku keesokan harinya, saat aku tengah mempersiapkan semua kebutuhanku di Jakarta, kakakku mengetuk pintu rumahku dengan tatapan kesedihan di wajahnya. Dia mengatakan bahwa dia sedang terlilit hutang dan mengatakan ingin meminjam uang padaku untuk membayarnya. Tanpa berpikir panjang lagi aku segera memberikan sejumlah rupiah yang diinginkan kakakku. Setelah itu dia pulang dengan bahagia dan aku melanjutkan persiapanku ke Jakarta. Selang beberapa jam kemudian, seorang tetangga juga datang dan menginginkan daging kurban yang aku punya karena daging yang dia dapatkan masih kurang karena anaknya banyak. Seperti yang aku lakukan terhadap kakakku, aku berikan seluruh daging kurban yang aku punya untuk diberikan padanya. Aku hanya berpikir kalau aku tinggalkan daging itu selama 3 hari di lemari es, tentu saja dagingnya tidak sesegar ketika aku langsung memasaknya. Insya Allah, sepulang dari Jakarta aku akan membelinya lagi dan memasaknya untuk keluargaku. Hal itu aku sampaikan kepada suami dan anak-anakku, dan alhamdulillah mereka sependapat denganku.
Kesesokan harinya aku berangkat ke Jakarta dengan lancar. Allah SWT begitu menyayangi aku dan memberiku kemudahan mulai dari perjalananku ke Jakarta, Hotel Jayakarta dan pada saat menegangkan Review dan Dissemination,  aku merasakan begitu sehat dan kuat. Semua presentasiku berjalan mudah dan lancar sampai akhirnya pengumuman yang ditunggu-tunggu itu tiba. Alhamdulillahirobbil ‘alamin dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, aku terpilih sebagai The Best Practice Teacher Tingkat Nasional 2014.
  Aku yakin inilah jawaban Allah atas apa yang di janjikanNYA. “In tansurullaha  yansurkum wayusabbit aqdaamakum.” Jika kamu menolong agama Allah, maka Allah akan menetapkan langkah-langkahmu.” Menolong orang lain yang sedang susah adalah perbuatan yang sangat di cintai Allah dan Rasulullah. Jika kita ingin sukses yang gemilang, mari bersama kita sukseskan dulu orang lain. Insha Allah....  

"7 MAN SHOW in OVERCOMING GRAMMARS" PROBLEM


 
The primary concern of this study was how 7 MAN SHOW could overcome the students’ problem in learning grammar especially gerund. More specifically, this report is intended to see whether 7 Man Show works well or not in learning process. This present report conducted based on the problem that the writer found that the students’ participation and achievement when learning gerund were still insufficient. In addition, the atmosphere of teaching learning was boring and uninteresting so the students were lack of motivation and easily yawning.
To improve the instructional practice in her own classroom, the writer conducted an alternative solution and strategy which was implementing 7 Man Show in learning gerund. The students performed several gerund functions and sentences through some genres of drama. The students designed the script of drama, practiced it, performed it, recorded it, edited it, then showed it to the class. The other students gave feedback and contribution one another and decided the Best Actor and Actress to get “SMANSA ACADEMY AWARD 2014”(extra point) by using polling papers.  
Through 7 Man Show, the students’ learning process and achievement improved from time to time. Their participation and creativity adjusted them to the real situation that, “learning grammar was not that difficult.” They expected to get the same learning strategy for another subjects so they could explore their ability and create something for their life. Besides, they also trained to be care and helpful persons who always there when their friends need them then work together.  In short, both English teachers and students are recommended to apply 7 Man Show strategy as one of alternative strategies that can be used in teaching and learning grammar especially gerund  in which they could find another ‘taste’ of learning innovation.


Keywords: Improving, Participation and Achievement, Gerund, 7 Man Show

Rabu, 22 Oktober 2014

THE TOP 10 BEST PRACTICE TEACHER TINGKAT NASIONAL 2014, JAYAKARTA HOTEL 7-9 OCTOBER 2014

1. DAYANG SURIANI, M.Pd (SMAN 1 BALIKPAPAN KALTIM)
2. BAHARUDIN ISKANDAR, S.Pd, M.Pd (SMAN 11 PINRANG SULSEL)
3. BUDI SUNARTO, S.Pd, M.Pd (SMK N 2 KUDUS JATENG)
4. CANDRA WINATA, S.Pd (SMK N 6 MALANG JATIM)
5. FERI MULYADI, SH. I (SMA ISLAM ASH SHOFA PEKANBARU RIAU)
6. H. IMRON ROSIDI, M.Pd (SMK N 2 PASURUAN JATIM)
7. MUHAMMAD NURISSALAM S.Si (SMA MUH 1 METRO LAMPUNG)
8. Dra. NEFOYATI (SMKN 1 CIMAHI JABAR)

9. NIKEN KENCONO UNGU, S.Pd (SMK YUDYA KARYA MAGELANG JATENG)
10.RITA RACHMITA SUYATMA, S.Pd , MM (SMAN 1 SUBANG JABAR)


 

DAYANG SURIANI, THE NATIONAL BEST PRACTICE TEACHER 2014

Alhamdulillah, setelah melalui persaingan dan seleksi yang cukup ketat akhirnya Dayang Suriani, Guru SMAN 1 Balikpapan dinobatkan sebagai salah satu Pemenang The Best Practice Teacher Tk. Nasional oleh Direktorat Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Hotel Jayakarta, 7-9 Oktober 2014. Dayang mengucapkan terimah kasih atas doa dan dukungan Dinas Pendidikan kota Balikpapan dan Disdik Provinsi Kalimantan Timur serta seluruh masyarakat pemerhati pendidikan Kota Balikpapan.